Bahwasanya qalb dan semua kandungannya merupakan gudang segala rahasia dan tambang segala permata. Tiada jalan memeras segala kekayaan hati selain dengan terbetiknya pendengaran, tak ada yang bisa menembusnya selain bunyi dan suara. Adalah hati manakala ia tergerak maka tidaklah ia bertingkah selain menurut apa yang dikandungnya, sebagaimana kendi tidak menuangkan minuman selain menurut isi airnya. Dengan demikian pendengaran bagi hati adalah referensi yang jujur dan cermin yang berkata-kata, karena tidaklah sampai suatu esensi bebunyian ke dalam hati kecuali apa-apa yang terkandung di dalamnya telah terpanggil untuk mendengarkan.
Bahwasanya hati itu secara fitrah patuh pada suara, sehingga apapun yang didengar dapat mengeluarkan apapun yang tersembunyi padanya tanpa terkecuali. Dan sebagaimana ilmu mengetuk pikiran kepada objek-objek pengetahuan, maka pendengeran itu mengetuk hati kepada alam ruhani.
Hukum Musik dan Lagu
Dikatakan bahwa di antara nabi yang terbaik suaranya adalah Daud a.s. Maka Nabi saw pun bersabda: “Allah tiada mengutus seorang nabi kecuali merdu suaranya.” (H.R. Tirmidzi). Lalu terkait sahabat Abu Musa al-Asy’ari yang memiliki suara indah, Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya telah diberikan kepadanya seruling dari seruling-seruling keluarga Daud.” (H.R. Bukhari-Muslim).
Aisyah r.a. pernah berkata: “Para sahabat biasa bertukar pantun di hadapan Nabi saw, dan beliau saw tersenyum mendengarnya.” (H.R. Tirmidzi).
Dari ‘Amru bin al-Syuraid bahwa ayahnya (Al-Syuraid) berkata: “Aku melantunkan seratus bait syair karya Ummiyah bin Abi Shult [non-muslim] di hadapan Rasulullah saw, dan beliau menerimanya dan berkata,’Teruskan! teruskan!’; lalu beliau melanjutkan, ‘Dekatilah Ummiyah, syair-syairnya menunjukkan dia telah berserah diri’.” (H.R. Muslim).
Adalah Nabi Muhammad saw, sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim, pada saat pembangunan masjid di Madinah turut serta mengangkat batu-merah (al-labin) bersama para penduduk, lalu beliau saw melantunkan madah:
Beban ini tidak seberat perang Khaibar //
namun di sisi Rabb lebih menyucikan //
Adalah Nabi saw meletakan sebuah mimbar untuk Hassan bin Tsabit di dalam masjid Nabawi agar dia bisa melantunkan syair-syairnya, dan kepadanya Rasulullah saw berkata: “Sesungguhnya Allah menguatkan Hassan bin Tsabit dengan Ruhul-Qudus yang memberinya inspirasi terkait puji-pujian terhadap Rasulullah saw.” (H.R. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Al-Hakim).
Dari Anas r.a. bahwasannya Nabi saw mendengar lantunan syair para penunggang unta, di mana pada rombongan wanita ada kusir Anjusyah dan pada rombongan laki-laki ada kusir Barra bin Malik; lalu pada suatu ketika Rasulullah saw berkata: “Wahai Anjusyah, pelan-pelanlah membawa gelas kaca yang mudah pecah itu!” (H.R. Bukhari-Muslim), yakni para wanita. Adalah tradisi orang Arab untuk mengendalikan unta dengan nyanyian.
Demikian pula tatkala Rasulullah saw melakukan hijrah, maka para wanita di Madinah menaiki atap rumah dan menyambut beliau saw dengan nyanyian dan tabuhan rebana:
Tala’al-badru ‘alainaa; min tsaniyyaatil-wadaa’i //
wajabas-syukru ‘alainaa; maa da’aa lillahi daa’i //
Menurut Imam Al-Ghazali, berdasarkan semua dalil yang ada, bahwasannya puisi, lagu, dan musik, serta tarian dan permainan tidaklah terlarang. Jika ada yang mengatakan pengharaman itu berdasarkan nash dan qiyas, maka tidak ada satu pun nash Al-Quran yang mengharamkannya dan tidak ada pula qiyas yang lurus.
Bahwasanya segala sesuatu mendapat kebahagiaan untuk apa ia diciptakan. Mata senang dengan segala warna dan pemandangan yang indah; lidah senang dengan segala aneka rasa yang sedap; hidung senang dengan wewangian yang menyenangkan; kulit senang dengan berbagai permukaan yang lembut; dan demikian juga telinga senang dengan segala suara yang merdu, teratur dan berirama. Itu adalah natur dari masing-masing panca indera.