Makna Nama dan Lambang

Qudusiyah: Makna Nama dan Lambang

DALAM tradisi tasawuf, nama sebuah thariqah biasanya dikaitkan dengan mursyid pendirinya.

Sebuah tugas kemursyidan, hakikinya dipikul seseorang bukanlah berdasarkan senioritas, kedekatan dengan mursyid sebelumnya, diwariskan, maupun berdasarkan pemilihan. Kemursyidan adalah sebuah tugas yang sifatnya ditetapkan oleh Allah SWT, sesuai dengan fitrah dan misi hidup seseorang.

Asal Usul Nama Qudusiyah

Nama "Qudusiyah" dari thariqah ini diambil dari sebuah kata di dalam Al-Qur'an, yaitu "qudus", yang sering diartikan sebagai "suci", "sakral", dan juga "kudus" dalam bahasa Indonesia.

Menurut penuturan Mursyid Pendiri, yakni Bapak Suprapto bin Kadis Darmosuharto, atau lebih dikenal dengan "Suprapto Kadis" oleh para muridnya, kata "Kadis" semakna dengan kata "Qudus" dalam bahasa Arab.

Kata "qudus", dalam bentuk kata benda (ism) dari akar-kata "qa-da-sa", termaktub di empat ayat di dalam Al-Qur'an, yaitu Q.S. [2]:87, [2]:253, [5]:110, dan [16]:102, yang kesemuanya merujuk kepada "Ruhul-Qudus".

قُلْ نَزَّلَهُ رُ‌وحُ الْقُدُسِ مِن رَّ‌بِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَ‌ىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

Katakanlah, "Ruhul-Qudus menurunkannya dari Tuhanmu dengan kebenaran, untuk meneguhkan (hati) orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang yang berserah diri (kepada Allah)." – Q.S. An-Nahl [16]: 102

Nama thariqah ini sangat terkait dengan tema dari misi suci yang diamanahkan kepada Beliau sebagai seorang mursyid. Bapak Suprapto bertugas untuk memperkenalkan kembali dan menjelaskan konsep Ruhul-Qudus yang ada di dalam Al-Qur'an kepada umat.

Dari kata "qudus" dalam "Ruhul-Qudus" inilah, nama thariqah yang beliau bawa kemudian disematkan, yakni Thariqah Qudusiyah.

Ruhul-Qudus adalah esensi ruh insan yang paling murni dan paling suci, yang hadir ke dalam diri insan sebagai pembawa kabar dan pengetahuan-pengetahuan ilahiah di dalam diri. Ia berasal dari Alam Jabarut, berbeda dengan Ruhul-Amin yang berasal dari Alam Malakut.

Bapak Suprapto menerima Nur Ilmu Kemursyidan pada tahun 1968, saat usianya menjelang 40 tahun Masehi. Beliau hadir dengan membawa Tajalli Isawiyah, khususnya tentang persoalan ke-Ruhul-Qudus-an.

"Qudusiyah", dengan demikian, merupakan esensi dari misi pewartaan Bapak Suprapto dan thariqah yang didirikannya, yaitu thariqah yang mengupas persoalan qudrah diri manusia yang dibawa oleh Ruhul-Qudus.

Tujuan sejati sebuah thariqah adalah agar sang pejalan suluk (salik) dapat bertemu dengan qudrah dirinya, kuasa Allah SWT di dalam diri di mana dikatakan: "Barang siapa mengenal dirinya akan mengenal Rabb-nya". Hal ini berarti saat qudrah diri seseorang yang dibawa oleh Ruhul-Qudus bersemayam di dalam lubuk hati yang paling murni dan paling dalam dari sang pejalan.

Makna Lambang Qudusiyah

Lambang Thariqah Qudusiyah adalah berupa tujuh lingkaran konsentris yang memusat pada sebuah titik. Dari titik pusat tersebut terbit tiga buah berkas cahaya yang menghubungkan ketujuh buah lingkaran. Latar belakang lambang adalah berwarna biru langit. Adapun tujuh lingkaran konsentris, titik pusat, dan tiga berkas sinar, berwarna kuning keemasan.

Logo Thariqah Kadisiyah

Dalam khazanah tasawuf, garis-garis radial yang memancar dari suatu pusat ini bermakna tasbih, sedangkan lingkaran-lingkaran konsentris bermakna tanzih, yang merepresentasikan Asma Allah: Adz-Dzahir dan Al-Bathin. Perpaduan antara tujuh lingkaran konsentris dan titik pusat menyatakan pertemuan antara Alam Malakut dan Alam Jabarut, yakni merepresentasikan pertemuan dua lautan (Al-Bahrayni) sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an Surah Al-Kahfi [18]: 60, dan dua bagian rahmat Allah (kiflayni min rahmatihi) seperti diungkapkan dalam Al-Qur'an Surah Al-Hadiid [57]: 28.

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَ‌حُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَ‌يْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا

Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti, sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." – Q.S. Al-Kahfi [18]: 60

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ وَآمِنُوا بِرَ‌سُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِن رَّ‌حْمَتِهِ وَيَجْعَل لَّكُمْ نُورً‌ا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ‌ لَكُمْ ۚ وَاللَّـهُ غَفُورٌ‌ رَّ‌حِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya, yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan, dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. – Q.S. Al-Hadiid [57]: 28

Tujuh lingkaran konsentris tersebut secara substansi menyatakan peristiwa Mi`raj Rasulullah Muhammad s.a.w. hingga langit ketujuh. Selain itu juga melambangkan tujuh buah maqamat jiwa (nafs) yang menjadi sumber amal shalih (dharma) dan jalan kehidupan manusia di muka Bumi, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah Al-Mu'minuun [23]: 17,

وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَ‌ائِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَافِلِينَ

Dan sungguh Kami telah menciptakan di atasmu tujuh buah jalan (sab’a tharaiq); dan tidaklah Kami lengah terhadap ciptaan Kami. – Q.S. Al-Mu'minuun [23]: 17

Titik pusat lingkaran melambangkan Ruhul-Qudus, suatu elemen yang berasal dari Alam Jabarut, sebagai sumber kuasa (qudrah) Allah SWT di dalam diri insan, yang dianugrahkan Allah SWT kepada siapa pun mukmin yang dikehendaki-Nya yang benar-benar berserah diri kepada-Nya (lihat Q.S. An-Nahl [16]: 102 di atas). Ruhul-Qudus, karena kedatangannya berasal dari amr ilahi (perintah ilahiah), disebut juga dengan Ruh min Amr.

رَفِيعُ ٱلدَّرَجَـٰتِ ذُو ٱلْعَرْشِ يُلْقِى ٱلرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِۦ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ لِيُنذِرَ يَوْمَ ٱلتَّلَاقِ

(Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai 'Arsy, Yang mengutus Ruh min ‘Amr-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan. – Q.S. Al-Mu'min [40]: 15

Tiga berkas cahaya dari titik pusat menyatakan cahaya karunia Allah SWT yang memperkuat (yutsabbitu) tiga sisi Ad-Diin dalam diri insan, yaitu aspek keberserahdirian (Al-Islam), keimanan (Al-Iman), dan keihsanan (Al-Ihsan). Ini adalah tiga pilar utama Agama Allah (Ad-Diin) sebagaimana Jibril a.s. tegaskan kepada Rasulullah Muhammad SAW di dalam sebuah hadits tentang Islam-Iman-Ihsan.

Warna biru langit menyatakan aspek langit atau aspek malakutiyah manusia, yaitu sang jiwa (nafs), tempat di mana cermin hati (qalb) yang jernih akan memantulkan Cahaya Ilahiyah dengan indahnya, berupa akhlak yang mulia. Biru langit ini juga menggambarkan manusia yang aspek ruhaniahnya tidak terhijab oleh aspek jasadiahnya: debu-debu syahwat duniawi dan "asap" (dukhaan) api hawa nafsu yang menutupi langit jiwa (nafs). Biru langit juga menyatakan sifat sikap menjunjung kehendak baik atau kebajikan, berdasarkan ketulusan hati yang tidak dibuat-buat.

Warna kuning keemasan menyatakan cahaya dari matahari dalam jiwa, yaitu Ruhul-Qudus, yang cahayanya tembus hingga ke aspek jasadiah manusia, sehingga manusia dalam hidupnya di dunia dapat berbuat dan berkarya sebagaimana yang Allah SWT kehendaki, sebagai amal shalih (dharma) yang diridhai-Nya. []