Mursyid Thariqah Qudusiyah

THARIQAH Qudusiyah dibawa dan didirikan oleh Bapak Suprapto pada 15 Juli 1992. Sepeninggal beliau pada 13 Agustus 2011, mursyid thariqah ini adalah Bapak Zamzam A. J. Tanuwijaya. Berikut adalah biografi singkat kedua mursyid Thariqah Qudusiyah.

 

Suprapto (1992 — 2011)

Bapak Suprapto bin Kadis Darmosuharto, atau lebih dikenal dengan "Suprapto Kadis" oleh para muridnya, adalah seorang putera Jawa kelahiran Desa Karang Tawang, Cilacap, pada 13 April 1929 Masehi (4 Dzulqa’dah 1347 Hijriah). Saat duduk di bangku Shoto Chu Gakko (SMP), Bapak Suprapto terlibat dalam perjuangan kemerdekaan melawan pendudukan Jepang. Beliau kembali masuk barisan Tentara Pelajar ketika Belanda melancarkan Agresi Militer I 1948. Pasca pengakuan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada Agustus 1950, Bapak Suprapto melanjutkan pendidikan dengan beasiswa dari negara di Sekolah Teknik (setara STM).

Pendidikan tinggi sempat ditempuhnya selama dua tahun di Akademi Teknik Nasional di Jakarta, sebelum mendapatkan panggilan untuk mengajar di STM Cilacap dari tahun 1957 hingga 1962. Setelah itu Bapak Suprapto kembali ke Jakarta dan bekerja di Perusahaan Negara (PN) Peprida, dan turut terlibat dalam berbagai pembangunan proyek pemerintah di beberapa propinsi di Indonesia.

Meletusnya peristiwa G-30S/PKI pada 30 September 1965, membuat berbagai proyek pemerintah terhenti. Setelah sempat diperbantukan sebagai Supervisor Listrik dalam pembangunan Gedung CONEFO (sekarang Gedung DPR/MPR RI) pada tahun 1966, Bapak Suprapto akhirnya bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun, keadaan sosial dan politik yang sulit pada masa itu membuat berbagai usahanya tidak berhasil. Di tengah-tengah kesulitan yang sedang dijalaninya, Bapak Suprapto memilih untuk kembali mempelajari agama, hingga pada 15 Juli 1968, menjelang usia 40 tahun, Bapak Suprapto dianugrahi Allah untuk mengenal qudrah-diri, sebagai guru atau mursyid yang membawa ajaran thariqah yang berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah.

Ketika kondisi sosial dan politik di Indonesia berangsur-angsur membaik, pada tahun 1974 Bapak Suprapto bekerja di PT Krakatau Steel, Cilegon, yang beliau jalani hingga pensiun di tahun 1988. Baru setelah itu Bapak Suprapto membuka diri untuk membimbing para murid di jalan suluk. Bertepatan dengan usia 63 tahun, pada tahun 1992 Bapak Suprapto secara resmi membuka thariqah dan bertugas sebagai mursyid.

Pada tahun 2008, Bapak Suprapto pindah ke Kota Bandung. Beliau menghabiskan sisa hidupnya di kota tersebut hingga wafat pada tanggal 13 Agustus 2011 Masehi (13 Ramadhan 1432 Hijriah) pada usia 82 tahun. Bapak Suprapto dimakamkan di kaki Gunung Mandalawangi, Desa Mandalasari, Kabupaten Bandung, wilayah Bandung Timur.

 

Zamzam A. J. Tanuwijaya (2011 — Sekarang)

Bapak Zamzam A. J. Tanuwijaya adalah putera Sunda kelahiran Cimahi, Jawa Barat pada 16 Juli 1965 Masehi (17 Rabbiul Awwal 1385 Hijriah). Mengikuti tugas Ayahnya sebagai seorang dokter, pada tahun 1968-1971 Bapak Zamzam menghabiskan masa kecilnya di Cikajang, lalu pindah ke Garut dan menyelesaikan pendidikan SD serta SMP di kota ini. Pada tahun 1981, Beliau pindah ke Bandung untuk melanjutkan jenjang pendidikan SMA. Pendidikan tinggi ditempuh di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1985, dan hingga sekarang berprofesi sebagai dosen di perguruan tinggi tersebut.

Sejak masa SMA, Bapak Zamzam tertarik membaca kitab-kitab karya Imam Al-Ghazali seperti Ihya Ulumuddin, Minhajul-Abidin, dan Misykatul-Anwar. Ketertarikannya kepada ajaran-ajaran sufistik sempat membawanya berkunjung ke Pesantren Al-Ghazali, Bogor, di bawah kepemimpinan K.H. Abdullah bin Nuh; dan Pesantren Gentur, Cianjur, yang diasuh oleh K.H. Abdulhaq Enoch. Hingga kemudian, saat masih duduk di bangku SMA, Zamzam muda bertemu dengan Bapak Suprapto.

Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana, Bapak Zamzam pun mengikuti proses inisiasi suluk melalui Bapak Suprapto pada tanggal 28 Juni 1991 (15 Dzulhijjah 1411 Hijriah). Bapak Zamzam termasuk murid generasi awal Thariqah Qudusiyah. Sepeninggal Mursyid Suprapto, Bapak Zamzam menerima mandat ilahiyah untuk melanjutkan tugas kemursyidan di Thariqah Qudusiyah.