Istilah "Syari

Istilah "Syari'ah" dan "Thariqah" dalam Al-Qur'an

Ditulis pada: | Oleh:

Istilah "syari'ah" diambil dari akar kata "sy-r-'(ain)". Lima kali disebutkan di dalam Al-Qur'an. Empat kalinya dalam konteks sebuah penetapan "aturan agama" seperti dalam redaksi di ayat berikut:

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ

Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang Ad-Diin, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa. – (Q.S. Asy-Syuura [42]: 13)

Satu kalinya adalah tentang ikan-ikan yang "syurra'an" di Hari Sabat (Q.S. [7]:163) dalam kisah Bani Israil — yang diterjemahkan sebagai "bermunculan ke permukaan".

Sementara "thariqah" diambil dari akar kata "th-r-q", dan 11 kali Al-Qur'an menyebutnya melalui tiga konteks makna. Pertama, tentang sebuah "jalan khusus", seperti ketika Nabi Musa a.s. dan umatnya menyusuri jalan kering yang membelah Laut Merah.

وَلَقَدْ أَوْحَيْنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِى فَٱضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِى ٱلْبَحْرِ يَبَسًا لَّا تَخَٰفُ دَرَكًا وَلَا تَخْشَىٰ

Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka 'thariqan fil-bahr yabasan' (jalan yang kering di laut) itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)". – (Q.S. Thaa-Haa [20]: 77)

Lalu yang kedua, "thariqatukum", yang merujuk pada suatu tata cara khusus dari Fir'aun (Q.S. [20]:63). Sementara yang ketiga, dan cukup menarik, adalah tentang "thariq" di Surah Ath-Thariq (QS 86:1-2).

وَٱلسَّمَآءِ وَٱلطَّارِقِ

وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا ٱلطَّارِقُ

Demi langit dan ath-thaariq. Tahukah kamu apa ath-thaariq itu? (Q.S. Ath-Thaariq [86]: 1 - 2)

Penerjemah Hilali & Khan membiarkan kata "thariq" apa adanya di surah ini. Sementara para penerjemah lain, termasuk Kemenag/Depag, mengartikannya sebagai sesuatu "yang datang di malam hari". Al-Qur'an menjelaskan di ayat selanjutnya, bahwa itu adalah "an-najm tsaqib" — bintang yang cahayanya menembus.

ٱلنَّجْمُ ٱلثَّاقِبُ

(yaitu) bintang yang cahayanya menembus. (Q.S. Ath-Thaariq [86]: 3)

Dari beberapa kasus ini, kita dapat menangkap kesan makna "th-r-q" yang senada: yakni, tentang jalan atau tata cara yang khusus, jalan yang spesifik untuk menembus sesuatu, seperti jalan yang melintasi lautan di kisah Nabi Musa a.s., atau jalan cahaya yang menembus kegelapan malam seperti di Surah Ath-Thaariq.

Para perancang sipil di negeri-negeri Arab juga membedakan 2 jenis jalan ini: "syari'" dan "thariq". Syari' seperti Syari'ul-Andalus (Andalus Street) di Saudi Arabia, misalnya, adalah jalan yang ramai dikunjungi publik, yang di kiri-kanannya banyak pertokoan dan berbagai aktivitas warga. Sementara thariq seperti Thariqul Maliki Fahd (King Fahd Road) adalah sebuah jalan panjang yang lebih sepi, yang menembus padang pasir, bahkan perairan Teluk Bahrain, dan khusus dilalui oleh mereka yang ingin pergi ke Bahrain atau daerah-daerah sekitar.

Syari'ah, dengan begitu, lebih bernuansakan sebuah tata aturan yang umum, jalan ramai bagi banyak orang, yang jelas tampak di permukaan (syurra'an): sebuah "public open space", yang semua orang bisa mendatangi dan melaluinya dengan mudah.

Sementara thariqah bersifat lebih khusus, untuk mencapai sesuatu.

Pohon Syari'ah

"Syari'ah adalah batang pohon, thariqah adalah cabang-cabangnya, ma'rifah dedaunannya, dan haqiqah adalah buahnya." — Rasulullah SAW.

Kesan serupa juga kita rasakan tatkala membaca sebuah hadits yang dinukil dari buku Sirrul Asrar. Beliau SAW mengatakan: "Syari'ah adalah batang pohon, thariqah adalah cabang-cabangnya, ma'rifah dedaunannya, dan haqiqah adalah buahnya." Sebuah batang pohon syari'ah yang besar dan kokoh, membentuk jalan khusus thariqah yang merentang ke langit, demi terbentuknya dedaunan ma'rifah (pengenalan dan penghadapan yang tulus ke arah Sang Cahaya), sehingga bisa berfoto-sintesis menghasilkan buah haqiqah.

Dari sini kita mafhum, sebuah pohon tidak berhenti pada batang syari'ahnya, atau selesai hanya di cabang thariqah-nya. Ia melaju terus membentuk daun, dan menjadi pohon yang utuh dan dinamai orang sebagaimana buahnya.

Buah-buahan segar yang pada akhirnya dipersembahkannya kepada semesta di bawahnya, bukan untuk dirinya sendiri. Bukankah begitu?

Wallahu'alam.

Konkordansi Al-Qur'an, perbandingan terjemah, dan kamus Arab dari Al-Qur'an Qudusiyah.