Al-Hikam Pasal 109: Kebutuhan yang Melekat

فَاقَتُكَ لَكَ ذَاتِيَّةٌ وَوُرُوْدُ الْأَسْبَابِ مُذَكِّرَاتٌ لَكَ بِمَا خَفِيَ عَلَيْكَ مِنْهَا وَالْفَاقَةُ الذَّاتِيَّةُ لاَ تَرْفَعُهَا الْعَوَارِضُ

"Kebutuhan itu bagimu (adalah) manfaat (yang) melekat, dan turunnya sebab-sebab itu (adalah) pengingat bagimu tentang apa-apa yang terselubung. Padamu terkait dengan kebutuhan itu dan kebutuhan yang melekat itu tidak dapat diangkat oleh sesuatu yang bersifat nisbi (semu)"

Syarah

Kebutuhan yang senantiasa melekat pada diri seorang hamba adalah kebutuhan yang terkait dengan penyempurnaan diri masing-masing. Penyempurnanya diri ini adalah ketika si hamba menjadi seorang Insan Kamil, mengetahui tujuan untuk apa ia diciptakan, dan menjalankan amanah tersebut.  Dengan demikian, apa yang dibutuhkan oleh seorang hamba akan berbeda dengan apa yang dibutuhkan oleh hamba yang lain—tergantung dari misi hidup yang Allah amanahkan kepada si hamba.

Kebutuhan yang melekat itu baru akan turun saat seorang hamba mulai mencari jati dirinya, misi hidupnya, apa fungsinya di dunia ini dan untuk apa ia Allah ciptakan. Mencari jati diri ini harus diawali dengan sebuah pertaubatan.

Adapun asbab (sebab-sebab), itu adalah takdir yang turun kepada masing-masing hamba yang akan mengaitkan hamba dengan tugas/misi hidupnya, yang dengan turunnya takdir-takdir tersebut maka muncullah kebutuhan-kebutuhan yang spesifik pada dirinya. Guna takdir ini adalah untuk mengeluarkan berbagai hal-hal yang Allah letakkan dalam dirinya, yang sebelumnya terpendam (terselubung).

Allah sendiri yang mendesain takdir setiap hamba. Di jalan takdir itulah ada hal-hal, peristiwa-peristiwa dan perangkat-perangkat yang akan membuka rahasia diri setiap hamba.

Kebutuhan ini bukanlah kebutuhan sementara yang berasal dari hawa nafsu, melainkan kebutuhan hakiki yang dibutuhkan seorang hamba untuk menjalankan misi hidupnya. Kebutuhan ini sifatnya berjenjang, tergantung sampai mana seorang hamba mengenali jiwanya.