Al-Hikam Pasal 11: Kuburlah Eksistensimu!

اِدْفِنْ وُجُودَكَ فيِ أَرْضِ الْخُمُولِ، فَمَا نَـبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لاَ يَــتِمُّ نَـتَاءِجُهُ 

"Kuburlah wujudmu (eksistensimu) di dalam bumi kerendahan (ketiadaan); maka segala yang tumbuh namun tidak ditanam (dengan baik) tidak akan sempurna buahnya."

Syarah

Secara bahasa, al-humuul artinya adalah kosong, lemah, bodoh, tidak aktif, tidak dikenal; yang dalam pasal ini bermakna “kerendahan” atau “ketiadaan”. Sementara wujud atau eksistensi manusia pada dasarnya ingin diakui, dikenal, mahsyur, terpandang, paling hebat, dan semacamnya. Dalam istilah psikologi, manusia diatur oleh ego yang ada dalam dirinya.

Bersuluk pada dasarnya adalah proses menumbuhkan jiwa. Adapun jiwa bagaikan pohon yang tumbuh; jiwa harus ditanam dan dirawat agar dapat tumbuh dan berbuah dengan sempurna. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ ﴿ ﴾ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ ﴿ ﴾ 

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimah tayyibah itu seperti pohon yang baik, akarnya teguh, dan cabangnya (menjulang) ke langit; pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

– Q.S. Ibrahim [14]: 24-25

Kita tidak akan mampu mengenal siapa diri kita, buah takwa apa yang harus kita hasilkan, kecuali Allah memberi petunjuk dan perlindungan. Selama ini ego diri kita yang mengatur siapa diri kita dan apa yang kita inginkan; sementara Allah lah yang lebih mengetahui diri kita yang sesungguhnya.

Dalam pasal ini, Ibnu Athaillah mengungkap sebuah kunci agar kita dapat menghasilkan buah takwa yang sempurna, yakni dengan mengubur eksistensi kita, ego kita, dalam bumi ketiadaan.